23 January 2008

Member Dengan Angka Cantik

Ada yang menarik dari acara soft launching Rumah Baca kemarin, yaitu soal angka cantik.

Memang, selain syukuran, hari itu juga dilakukan pembukaan pendaftaran member Rumah Baca. Untuk lima puluh orang pendaftar pertama, Rumah Baca memberikan bonus berupa Pin cantik Rumah Baca. Tapi rupa-rupanya bukan itu yang menjadi daya tarik bagi mereka untuk menjadi pendaftar pertama, melainkan keleluasaan untuk memilih nomer yang disukai dan dianggap cantik oleh mereka.

Ya, nomer-nomer seperti 001, 003,005, 007, 009 dan beberapa nomer lainnya menjadi bahan rebutan para pendaftar. Yang mendapatkan nomer incarannya, tentu saja menjadi sumringah dan berseri-seri. Sedang yang kurang beruntung harus puas dengan nomer yang ada.

Herannya, kenapa tidak ada yang mau mengambil nomer 013 ya?

Rujak Party at Soft Launch Rumah Baca


20 Januari 2008 lalu menjadi tanggal yang istimewa untuk Rumah Baca. Hari itu, Rumah Baca resmi dibuka untuk publik dengan mengadakan rujak party. Tanpa publikasi atau promosi besar-besaran, hanya dihadiri oleh sejumlah kawan dan siswa-siswi SMPIT Raudhatul Jannah.

Acara dimulai pidato dan basa-basi gak 'gitu penting dari perwakilan stakeholder Rumah Baca, dilanjut doa bersama dan pemotongan chocolate cake yang dibagi-bagi supaya cukup untuk semua peserta syukuran yang hadir. Soal chocolate cake ini, jujur saja saya merasa kurang puas. Karena, atas pertimbangan badan yang mulai 'ndut, Aura Buku hanya memberi saya potongan kecil chocolate cake. Padahal sumpah, saya masih pengen lagi :p

Kesedihan saya agak terobati ketika pada waktu rujak party session, bumbu rujak buatan saya mendapat pujian dari audiens. Sampe-sampe audiens yang sebagian besar anak-anak SMP itu pada nyeletuk kalau saya cocok juga jadi mamang rujak.

Ugh...bete memang ngedengernya. Tapi saya anggap itu pujian tulus dari mereka untuk bumbu rujak buatan saya yang nikmat. Bisa dibilang semacam Standing Ovation yang dilakukan penonton dalam sebuah pementasan opera atau konser musik klasik.



Sayangnya, kesuksesan acara sukuran pembukaan Rumah Baca itu masih memiliki satu kekurangan. Yaitu, tidak ada yang mempersiapkan dokumentasi acara penting tersebut. Jadi, kelahiran Rumah Baca pertama kali di dunia ini tidak memiliki bukti-bukti fotografis. Sedih ya?

12 January 2008

Mimpi Tentang Rumah dan Buku-buku


Sekian lama mengarungi mimpi tanpa ujung, kami berdua sepakat sudah sama-sama lelah. Dan sebelum kelelahan ini memuncak menjadi kemuakkan terhadap mimpi kami sendiri, kami coba bangun dan merangkak. Sedikit demi sedikit, menjejakkan kaki kedalam realita, coba membumikan impian yang sebelumnya menggantung tinggi di langit. Impian tentang sebuah perpustakaan kecil tempat kami bisa menjadi, dan juga berbagi.

Jika terus menunggu, mungkin dalam beberapa tahun kedepan, sulit bagi kami memiliki sebuah perpustakaan yang layak untuk berbagi dengan orang-orang di sekitar kami. Hanya bermodal Bismillah dan Nawaitu, juga bantuan dari teman-teman sejati, sedikit demi sedikit terkumpul juga beberapa tumpukkan buku mengisi rak-rak kayu sederhana yang kami beli -juga dari uang donasi.

Sudah cukupkah semuanya?

Tentu saja belum, tapi menunggu bukan lagi sebuah pilihan, terlebih ketika tujuan sudah menanti dihadapan. Tiga rak terisi hampir penuh kami anggap sudah cukup untuk membuka pintu rumah kami untuk para tetangga dan teman-teman.

Rak-rak lain berikut isinya? Tentu saja, segera menyusul.